Tuesday 30 December 2014

Filosofi kamera untuk kehidupan - Camera philosophy for life


Filosofi kamera untuk kehidupan (pelajaran dasar tentang kamera dan fotografi serta kehidupan)

Kamera ditentukan 3 faktor utama untuk menghasilkan gambar yang baik atau good exposure. Tidak jarang foto hasil jepretan terlalu hitam/gelap (under exposure) dan terlalu terang/putih (over exposure). Dalam fotografi exposure di atur oleh 3 unsur yaitu Aperture (A atau Av), Shutter speed (S atau Tv) dan tentu saja ISO. Ketiga unsur ini menentukan penyerapan cahaya yang dipantulkan benda ke sensor kamera, seperti mata kita juga melihat karena ada cahaya.

Aperture dan Shutter Speed bagaikan jendela (atau kelopak mata). ISO bagaikan sensitif saraf mata seperti retina.

Aperture menentukan seberapa besar jendela terbuka. Makin besar jendela terbuka makin banyak dan cepat cahaya masuk, akibatnya detail gambar terbatas, kebesaran terbuka bisa over exposure (lihat istilah di atas). Besarnya jendela terbuka ini ditandai dengan nilai aperture kecil (f1,8 - f3,5). Inilah yang disebut BOKEH, kondisi blur pada depan atau belakang objek yang di fokus. Detail terbatas pada yang difokuskan, selainnya out off focus atau blur atau bokeh.

Sebaliknya aperture kecil maka jendela terbuka kecil, sehingga cahaya yang masuk lebih terfokus, akibatnya detail gambar lebih banyak, contoh seperti melihat dari sedotan atau ngeker, atau menyipit mata, akan kelihatan lebih jelas walau jauh. Aperture ini ditandai angka besar (f8 sampai f35). Ini yang disukai landscape fotografi, karena ingin foto yang tajam dari depan ke belakang, tak mau ada out off focus atau blur, agar pemandangan indah terfoto semua.

Aperture tidak bisa bekerja sendiri, tergantung 2 faktor lainnya, namun sifat aperture seperti dijelaskan di atas.

Shutter speed adalah kecepatan jendela menutup atau kedip. Tentu sebesar apapun jendela terbuka yang memungkinkan banyak cahaya masuk, akan dibatasi juga dengan seberapa cepat jendela ditutup. Ini fungsi shutter speed. Bokeh karena jendela terbuka besar juga akan gagal jika waktu menutup jendelanya tidak pas. Mau aperture tajam landscape butuh jendela terbuka cukup lama, agar cahaya dari lubang "sedotan" itu cukup banyak masuk sehingga foto bagus. Tapi kecepatan jendela buka tutup mempengaruhi juga ketajaman foto. Karena getaran badan kamera, maka jika terlalu lama terbuka maka cahaya yang ditangkap akan menghasilkan gambar buram/ berlapis akibat goyang.

Shutter speed di ukur dengan nilai waktu yaitu detik dan menit. Kecepatan lambat bisa 30 menit sampai 1/30 detik, kecepatan cepat sekitar 1/300 ke atas. Pengen foto orang loncat? Set kecepatan 1/300.. Atau mau foto dari mobil goyang terus? Set kecepatan 1/500. Shutter speed dirumuskan dengan mudah dengan melihat lensa, jika lensa 100mm, maka kecepatan mininum sebaiknya 1/100 detik ke atas (ini bagi sensor fullframe & 35mm film, tapi jika crop sensor akan di kali 1,5 atau 1,6 tergantung brand kamera, sedangkan mirrorless dikalikan 2. Contoh lensa kamera mirrorless 50mm, maka panjang tembak lensa atau focal menjadi 100mm, maka pada mirrorless shutter speed aman untuk lensa 50mm adalah 1/100 detik) . Kecuali anda sniper.

ISO mempengaruhi penyerapan cahaya tersebut dalam sensor. Ketika aperture dan shutter speed sudah melakukan tugasnya menentukan seberapa banyak dan cepat cahaya masuk, maka ISO menentukan daya serap cahaya itu. Bagai spons menyerap air, ISO menentukan kemampuan menyerap tersebut. ISO angka besar mampu menyerap cahaya sedikit dan menampilkan gambar, namun dengan memaksakan diri ini, maka gambar yang dihasilkannya kurang tajam akibat adanya grain atau bintik-bintik. Namun ISO angka kecil sebaliknya menghasilkan gambar tajam karena cahaya yang diserap cukup tanpa perlu memaksakan diri. Perkalian ISO untuk sensor crop ataupun mirrorless adalah sama dengan panjang focal lensa, jadi ISO 400 di mirrorless adalah ISO 200 di fullframe atau 35 mm).

Ketiga unsur exposure inilah yang menghasilkan kualitas foto yang baik. Tapi untuk foto yang bagus tidak hanya karena exposure tapi juga dari fokus yang tepat dan komposisi dalam bingkai fotonya. Kalau foto semua tak fokus lalu objek yang difoto juga tak menarik, sekalipun pas exposurenya kemungkinan juga tidak bagus.

Filosofi hidup dari kamera adalah sebagai berikut. Hidup itu juga seperti kamera.

Seberapa besar anda membuka diri anda pada orang lain, menentukan kejelasan sudut pandang anda. Terlalu terbuka, mungkin anda akan hanya mampu melihat segelintir saja kehidupan, sedang yang lainnya blur/bokeh. Hanya saja anda bisa lihat jelas yang penting bagi anda. Dari keterbukaan itu anda berada di dalam orang-orang dan fokus pada seseorang. Katakanlah pergaulan. Sementara jika anda sedikit terbuka saja atau banyak menutup diri, anda seperti melihat dari luar dan anda akan melihat lebih jelas keseluruhannya. Tapi tentu ada kelemahannya, anda melihat baik maupun buruk dari orang-orang sekitar.

Seberapa besar anda membuka diri dan menutup diri merupakan keputusan dan keahlian anda sendiri. Kadang membuka diri perlu agar menemukan target atau POI (Point Of Interest), kata orang kalau tidak coba bagaimana tahu spesifik yang kita mau. Namun kadang perlu juga menutup diri agar melihat semua masalah dengan jelas, atau menikmati semua dengan kepuasan. Exposure terbaik tidak cuma membuka seberapa besar, tapi juga menutup secukupnya.

Hidup itu juga seperti shutter speed. Seberapa cepat reaksi kita dalam menerima atau menutup diri dari pengaruh luar. Semakin lama kita membiarkan pengaruh luar masuk pada hati dan pikiran kita, makin dalam itu mempengaruhi kita, bisa baik bisa buruk. Namun yang pasti semakin cepat kita menutup diri, semakin terbatas orang yang dekat dengan kita. Kadang perlu sekali membuka diri cukup lama, sabar dan mengerti, atau yang paling umum adalah belajar. Tapi kadang perlu secepatnya menutup diri, misalnya dari godaan dan mungkin dari orang-orang negatif. Semua bagian dari exposure hidup kita.

Selanjutnya kepekaan. Seperti ISO, kepekaan kita menentukan seberapa yang bisa kita tanggung. Kadang kepekaan tinggi sangat baik untuk menyelamatkan sebuah momen. Foto dipaksa ISO tinggi walau grainy karena momen yang difoto layak diabadikan. Kalau tak layak ya mending tak difoto kalau hasilnya bakal grain. Kepekaanpun diatur oleh kita agar hidup kita baik. Peka untuk momen yang tepat. Set kepekaan kita tinggi untuk orang-orang yang kita kasihi, tapi set kepekaan rendah bagi orang- orang yang membicarakan hal-hal negatif tentang kita ataupun orang lain.

Seperti halnya foto yang baik dan bagus. Demikian hidup kita mengatur apa yang masuk ke dalam kita tidaklah cukup. Perlu juga menentukan fokus hidup dan merencanakan komposisi dalam frame hidup kita. Sehingga tidak cuma hidup baik tapi juga bagus.

Kamera itu terbatas, tidak semua hal bisa kita foto, jadi harus maksimal mengenal kamera dan fitur-fiturnya agar bisa dipakai tepat waktunya. Itupun tidak semua bisa difoto, terbatas jangkauan lensa, getaran atau bahkan sensor kamera tersebut. Tapi kita bisa memilih apa yang akan difoto dari yang bisa difoto dan bagaimana difoto untuk menghasilkan foto yang WOW.

Demikian juga hidup. Kita terbatas. Tidak mungkin semua yang kita ingini bisa kita miliki atau capai. Tapi seperti kamera, kita punya pilihan apa yang akan kita jalani dalam hidup dari beberapa jalan mungkin kita tempuh dan bagaimana kita menjalaninya untuk menghasilkan kehidupan yang juga WOW. IMHO. -md


Yohanes 8:12 Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup."




Yohanes 14:6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.




Translation to English


Camera philosophy for life (basic lessons about cameras and photography as well as life)

The camera is determined 3 major factors to produce a good image or a good exposure. Not infrequently photo shots too black / dark (under exposure) and too light / white (over exposure). In the photographic exposure set by three elements, namely Aperture (A or Av), Shutter speed (S or Tv) and of course the ISO. These three elements determine the absorption of light reflected objects into the camera sensor, as our eyes also look because there light.

Aperture and shutter speed like a window (or eyelids). ISO eyes like a sensitive nerve as retina.

Aperture determine how large the window is open. The larger the window opens more and more and faster light enters, as a result of image detail is limited, greatness can open over exposure (see terms above). The magnitude of the open window is marked with a small aperture value (f1,8 - f3,5). This is called bokeh, blur condition in front or back of the object that is in focus. Details are limited at the focus, in others out off focus or blur or small aperture or bokeh.

In the other hand, the small open window, so that the incoming light is more focused, resulting in more detailed pictures, examples like the look of a straw, or narrowed eyes, would seem although far more obvious. Aperture is characterized large numbers (f8 through F35). This is the preferred landscape photography, because it wants to photograph sharp from front to back, do not want no outs off focus or blur, so beautiful scenery photographed all.

Aperture can not work alone, depending on two factors, but the nature of the aperture as described above.

Shutter speed is the speed of closing the window or blink. Of course any of the open windows that allow plenty of light to enter, will be limited also by how quickly the windows are closed. This function shutter speed. Bokeh because of the large open windows will also fail if the time of closing the window does not fit. Want sharp aperture landscape need window open long enough, so that the light from the hole "straw" was pretty much walk so nice photos. But the speed of opening and closing of the windows affects also the sharpness of the image. Because the vibration of the camera body, so if it is too long open the captured light will produce a blurred image / layered due to shake.

Shutter speed is measured by the value of time is seconds and minutes. Slow speed can be 30 minutes to 1/30 sec, fast speed around 1/300 upwards. Want to skip the photo? Set the speed of 1/300 .. Or want photos of the car rocking continue? Set the speed of 1/500. Shutter speed is formulated easily by looking at the lens, if the lens is 100mm, the speed should be 1/100 sec mininum up (this for fullframe sensor and 35mm film, but if the crop sensor will at times 1.5 or 1.6 depending on the brand of the camera, whereas mirrorless multiplied by 2. Example of a 50mm lens mirrorless camera, the focal length of the lens or shoot into 100mm, then the shutter speed mirrorless safe for 50mm lens is 1/100 sec). Unless you are a sniper.

ISO affects the absorption of light in the sensor. When the aperture and shutter speed are already doing his job and quickly determine how much light is coming, the ISO determines the absorption of the light. Like a sponge absorbs water, ISO determines the ability to absorb it. ISO is able to absorb large numbers a little light and display images, but to impose themselves, then the resulting images are less sharp as a result of grain or spots. However, a small number ISO otherwise produce sharp images because the light is absorbed enough without the need to force yourself. ISO multiplication of crop or mirrorless sensor is equal to the focal length of the lens, so ISO 400 on mirrorless is ISO 100 in fullframe or 35 mm).

The third element is this exposure that produces good quality photos. But for a good photo is not simply because the exposure but also of the right focus and the composition of the picture frame. If the photo is not the focus of all the objects that are photographed are also not attractive, though fitting exposure possibility is also not good.

Philosophy of life of the camera are as follows. Life is also like a camera.

How much do you open yourself to others, determine the clarity of your point of view. Too open, you may be only able to see only a handful of life, while others blur / bokeh. Only you can see clearly that is important to you. Of openness that you are in people and focus on a person. Say association. Meanwhile, if you open only a little or a lot of shut down, you like looking from the outside and you will see more clearly the whole. But of course there are disadvantages, you see the good and bad of the people around.

How much do you open up and shut down a decision and your own expertise. Sometimes opening up need in order to find a target or a POI (Point Of Interest), said that people do not try to know how your specific we want or expert. But sometimes need to also shut down in order to see all the problems clearly, or enjoy all the satisfaction. Best exposure not only opened the large scale, but also close enough.

Life is also like shutter speed. How quickly we react to accept or shut themselves from outside influences. The longer we allow outside influences to enter our hearts and minds, the more it affects us in, could well be worse. But certainly the quicker we close ourselves, the more limited people close to us. Sometimes essential to open up long enough, patience and understanding, or the most common is to learn. But sometimes the need to immediately shut down, for example, of the temptation, and perhaps from the negative ones. All parts of the exposure of our lives.

Further sensitivity. Like IOS, sensitizing us determine how we can bear. Sometimes high sensitivity is very good to save a moment. Photo forced high ISO grainy because despite decent photographed moment immortalized. If it is not worth mending was photographed so that the results would be grain. Sensitivity set by us to make our lives better. Sensitive for the right moment. We set a high sensitivity for the people we love, but set a low sensitivity for people who talk about negative things about us or others.

As with any good photo and nice. Thus our lives regulate what goes into us is not enough. It is also necessary to determine the focus of life and plan the composition in the frame of our lives. So it is not only good but also good life.

The camera is limited, not all things can we photograph, so it should be up to recognize the camera and its features to be used in time. Even then, not all can be photographed, the limited range of the lens, vibration or even the camera sensor. But we can choose what will be photographed of which can be photographed and how photographed to produce images that WOW.

Likewise alive. We limited. Not perhaps all that we can desire we have or achieve. But as the camera, we had a choice of what we will live in a life of some roads may we take and how we live it to produce life as well WOW. IMHO. -md


John 8:12 Then Jesus said also to the crowds, saying: "I am the light of the world; he who follow me will not walk in darkness, but will have the light of life."

John 14: 6 Jesus said to him: "I am the way and the truth and the life. No one comes to the Father, except through me.



Sunday 28 December 2014

Do you believe in Christmas day? (Anda percaya hari Natal?)


Happy Sunday... Some people arguing & reject 25 Dec as Christmas day, they said it was made from pagan. But I think differently.

25 Dec sure just symbolic & ceremonial date. But it was true Christ was born on earth. I just cant imagine a year without Christmas day.

Christmas day is real, today historians has checked the phenomenon of the big star and the ancient documents. Yes it wasn't 25 Dec but its real.

I'm glad the early Church fathers has decided to put dates for Christian historical events, to stop people a while & remember there is God.

What so amazing in Christian dates (Christmas), is showing how great love & how good God is, not what we do for Him but what He did for us.

Each Christian events has nothing to do to obligations as part of religion, but it always about thanksgiving, gratitude, love & peace.

From Christmas to Pentecost, based on real event with witnesses & written historical documet (Bible). Despite the exact date wasn't known.

Christianity was so real that is impossible to be coincidental nor made up. The prophecies & confirmation spread thousands years length.

I wish you seek through the truth of Christ & be as amaze, as grateful, as thankful as all believers in all time and places. God is so good.


Amen. (taken from my tweet in @markd7100 in Twitter)



Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia.


Happy Sunday ... Beberapa orang berdebat & menolak 25 Desember sebagai hari Natal, mereka mengatakan itu dibuat oleh orang kafir. Tapi saya memahaminya secara berbeda.

Memang 25 Desember hanya tanggal simbolis & seremonial. Tapi Kristus benar-benar lahir di bumi. Saya tidak dapat membayangkan setahun tanpa hari Natal.

Hari Natal sungguh nyata, sejarawan telah memeriksa fenomena bintang besar dan dari dokumen-dokumen kuno. Ya memang tidak terjadi pada tanggal 25 Desember, tapi benar-benar nyata ada.

Saya senang perintis Gereja mula-mula telah memutuskan untuk menetapkan tanggal-tanggal untuk memperingati peristiwa sejarah Kristen, agar dapat menghentikan orang sejenak & membuat mereka mengingat adanya Tuhan.

Betapa begitu menakjubkan tanggal-tanggal peringatan sejarah Kristen (contohnya hari Natal), semua ini menunjukkan betapa besar cinta & kebaikan Allah, yaitu bukan apa yang telah kita lakukan bagi-Nya, tetapi apa yang telah Dia lakukan bagi kita.

Setiap peristiwa Kristen tidak ada hubungannya dengan kewajiban sebagai bagian dari aturan agama, tetapi selalu tentang ungkapan syukur, terima kasih, cinta & perdamaian.

Mulai dari Natal sampai Pentakosta, semuanya berdasarkan peristiwa nyata dengan saksi & tertulis dalam dokumen sejarah (Alkitab). Meskipun tanggal tidak dapat dipastikan dengan tepat.

Kekristenan begitu nyata yang tidak mungkin menjadi kebetulan atau dibuat. Karena seluruh peristiwa telah dinubuat & kemudian terjadi/dikonfirmasi tersebar rentang ribuan tahun kemudian sesuai nubuatan tersebut..

Saya berharap Anda mencari tahu kebenaran akan Kristus & menjadi terpukau olehnya, penuh terima kasih, penuh syukur sama seperti semua orang telah menjadi percaya di semua waktu & tempat. Tuhan itu baik.

Amin. (diambil dari tweet saya di @ markd7100 di Twitter)

Friday 26 December 2014

Manajemen Ekspektasi - 2014 to 2015 (Expectation Management - 2014 to 2015)





Markus 9:23 Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"

Manajemen ekspektasi: tidak ada yang mustahil bagi orang percaya, tapi kebetulan ada.

Tampaknya kurang cocok dibanding banyak pemahaman bahwa bagi orang percaya tak ada yang kebetulan, bahwa segalanya sudah diatur. Dan itu benar, walau hanya sebagian. Sudah diatur dan dalam rencana Tuhan itu benar, tidak kebetulannya kurang tepat. Yesus bilang tak ada yang mustahil bukan tak ada yang kebetulan.

Kadang ekspektasi kitalah yang salah. Karena kita terlalu mengharapkan sesuatu atau seseorang, sampai seakan-akan harus terjadi dalam hidup kita. Dan sepanjang 2014 kita harus akui, lebih banyak ekspektasi kita gagal daripada berhasil.

Menyambut 2015 kita belajar untuk percaya lebih lagi bahwa tidak ada yang mustahil bagi orang percaya, tapi bisa kebetulan harapan kita tidak sesuai rencana Allah. Percaya tidak ada yang mustahil dan tidak ada yang kebetulan jika dalam rencanaNya mengajarkan kita untuk lebih peka dan rela taat pada Tuhan.

Apa harapan kita tahun ini? jika kita daftarkan mungkin 99% masih sama dengan daftar tahun lalu, demikian juga untuk tahun depan. Tapi sepanjang tahun ini, aku sudah berjalan ratusan ribu kilometer, mendaki ribuan meter di atas permukaan laut, menyelam beberapa kaki di bawah permukaan laut, merasakan desir embun beberapa air terjun, menghabiskan puluhan ribu jam interaksi sosial (manual maupun elektronik), melahirkan ratusan mungkin juga ribuan kata dan foto, menghasilkan dan melepaskan ratusan juta rupiah, beberapa kali terluput dari jurang maut, membaca ribuan mungkin puluhan ribu ayat Alkitab, merasakan banyak kesedihan tapi juga penghiburan, dan menikmati kesetiaan Tuhan yang tiada taranya. Dan tampaknya masih ada celah untuk banyak kekosongan. Yang ketika sangat kuharapkan, doakan dan percaya itu terpenuhi, ternyata hanya kebetulan saja lewat dalam hidup ini.

Kadang kebetulan bagi kita bukanlah kebetulan bagi orang lain. Jika kita percaya tak ada yang tak mungkin bagi orang percaya, kita juga harus percaya, bahwa kehadiran kita boleh jadi bagian penggalan kisah untuk rencana Allah bagi orang lain. Dalam setiap waktu ke depan, sadarilah bahwa hidup ini bukan hanya (walaupun ada bagiannya) tentang anda, tentang orang lain, tapi terlebih dari itu, ini semua adalah tentang Allah, yang penuh kasih setia itu.

Selamat natal 2014, yang pastinya akan segera pudar berganti kemeriahan tahun baru 2015, Selamat tahun baru, selamat menulis resolusi-resolusi ke depan. Ingat manajemen ekspektasi kita agar lebih "legowo" terhadap rencana-rencana Allah. Hiduplah dengan percaya, berharaplah yang terbaik, bersiaplah untuk segalanya. Dan yang terbaik dari semuanya, ekspektasi kan bahwa Tuhan pasti menepati janji terakhirNya, bahwa Dia akan datang kembali. Persiapan diri untuk hal ini harus selalu dalam resolusi kita. Amin.



Translation to English



Mark 9:23 Jesus said to him: "'If you can? Nothing is impossible for those who believe!"

Management expectations: nothing is impossible for the believer, but coincidence.

It seems less suitable than a lot of the understanding that for believers there is no coincidence, that everything is set up. And it's true, though only partially. Its set up and in God's plan are correctly, the not a coincidence thats likely are less precise. Jesus said nothing is impossible, but is not to say no coincidence.

Sometimes, it was our expectation that is wrong. Because we expect something or someone too much, until as if it should happen in our lives. And throughout 2014 we must admit, we expected a lot more fail than succeed.

In welcoming 2015, we learn more to believe again that nothing is impossible for believers, but it could happen to our expectations do not fit God's plan. Believe nothing is impossible and no coincidence if in His the plan, teaches us to be more sensitive and willing obedience to God.

What are our expectations this year? If we list the possible 99% is still the same as last year's list, as well as for next year. But this year, I've run hundreds of thousands of kilometers, climb thousands of meters above sea level, snorkeling a few feet below the surface of the ocean, feel the swish dew several waterfalls, spending tens of thousands of hours of social interaction (manual or electronic), spawned hundreds of possible also thousands of words and images, produce and spent hundreds of millions of rupiah, several times escaped from the abyss, read thousands perhaps tens of thousands of Bible verses, feel a lot of sadness, but also comfort, and enjoy faithfulness of God beyond compare. And it seems there is still a gap for a lot of emptiness. That when whay I hoped, prayed and believes to get, it just happened to pass in this life.

Sometimes accidental coincidence for us are not for others. If we believe nothing is impossible for believers, we must believe that our presence may be part of a fragment of the story to the plan of God for others. In each time to come, realize that life is not just (although there is a part) about you, about other people, but even more than that, it's all about God, loving faithful.

Happy Christmas 2014, which would soon fade changed festive new year 2015, happy new year, happy writing resolutions ahead. Remember in our management of expectations to be more "willingly" following on God's plans. Live in faith, hope for the best, be prepared for everything. And best of all, the expectation that God would keep his last promise, that he would come back. Preparing ourselves for this should always be in our resolution. Amen.

Sunday 12 October 2014

Seseorang Yang Baru - Bangkit Dari Patah Hati (Someone New - Rise From Broken Hearts)



Aku paham, kalau pernah mencintai seseorang kemudian tidak berlanjut atas apapun sebabnya, menimbulkan kekecewaan. Bahkan tidak cuma itu, mungkin ada peristiwa yang juga membuat perasaan kurang berharga, itu kemudian menjadi ketakutan berkepanjangan. Kita cenderung menjauh saat ada yang mendekat. Kita berpikir karena orang baru ini tidak lebih baik dari yang pernah kita cinta secara kita merasa cinta pertama kitalah yang sangat mempesona, padahal sebenarnya kita takut bahwa orang yang baru ini hanya singgah dalam hidup kita, atau bahkan merasa seperti tak layak karena kurang berharga. Saya sampai pada kesimpulan itu. Tapi itulah keyakinan yang salah.

Kita harus bersyukur, kenyataannya yang kita cinta itu tidak sepenuhnya mencintai kita balik dan Tuhan melindungi kita dari kesalahan besar kita. Ya mulai dengan bersyukur, itu melenyapkan perasaan rendah diri, takut dan sulit percaya. Bersyukurlah pada Tuhan terlebih dulu. Bukankah sepantasnya kita menyerahkan cinta kita kepada orang yang juga memilih mencintai kita daripada kepada yang menyusahkan dan meninggalkan kita? Tujuan akhir sebuah hubungan adalah pernikahan suci bukan? Suatu ikatan yang hanya bisa dipisahkan oleh maut. Jika demikian, kita perlu seorang yang kesetiaannya hanya bisa dihentikan oleh maut bukan? Jadi tindakan pemulihan pertama adalah bersyukur.

Kemudian kita juga harus merubah cara kita berpikir, jangan lagi ke dalam, tapi mulai keluar. Ini bukan salah kita, ini bukan karena kita kurang baik untuk dia sehingga dia pergi, ini juga bukan karena status kita kurang di mata keluarganya, atau apapun kekurangan kita. Selama kita percaya Tuhan, bukankah seluruh janji-janji pemeliharaan-Nya menjadi milik kita? Kita boleh menagihnya, kita bisa mengklaimnya. Kita pasti baik-baik saja. Kenapa kita merasa rendah? Karena kita berpikir ke dalam. Coba pikirkan, berapa banyak manusia di dunia mengalami hal yang sama, bahkan mungkin lebih menyedihkan dari kita? Berapa? Sejak bumi diciptakan sudah miliaran manusia alami hal serupa. Apa artinya? Ya, putus cinta atau patah hati adalah hal yang mainstream. Hal yang biasa saja. Dunia tidak punah karena itu bukan? Tuhan tetap membiarkan bumi berputar bukan? Lihat jam tanganmu masih berdetak dan berganti angka atau berputar jarumnya (kecuali jam rusak). Artinya apa? Kita tak perlu malu, merasa lebih jelek, kurang berharga, atau menyesali. Ini persoalan biasa.

Kemudian tentu kita harus memulai lagi yang baru. Kalau tidak bagaimana bisa bahagia? Kebahagiaan itu harus diusahakan, bukan diharapkan. Jadi jika ada orang baru mendatangi kita apa yang kita yang sepantasnya kita sikapi? Pertama dan utama ketahuilah, tak ada yang bisa dibandingi dengan cinta pertama. Coba tanya pasangan-pasangan lanjut usia yang bahagia, apakah mereka menikahi cinta pertama mereka? Kemungkinan besar ada demikian 1 dari 1 miliar orang. Lalu apakah cinta pertama mereka sebanding dengan pasangannya saat ini? Tentu tidak. Tidak dalam arti pasangannya saat ini jauuuuuuh lebih baik dari cinta pertama mereka. Karena pasangan inilah yang setia dalam suka dan duka. Kita tidak sedang mencari pengganti atau pembanding cinta pertama kita, kita sedang mencari cinta terakhir kita. Cinta yang berakhir dalam janji pernikahan suci. Jadi jika ada orang baru mendekat, pikirkan 2 hal sederhana ini, 1. Apakah aku menyukai dia? Karena tentu Tuhan ciptakan orang sepaket dengan seleranya, selain fisik yang tentu elemen yang selalu menurun seiring waktu, kita lihat selera dari sikap dan pola pikirnya. Jika kita punya ketertarikan, mungkin layak diberi perhatian lebih. 2. Apakah dia akan menjadi cinta terakhirku? Maksudnya sederhana, apakah dia rela menerimaku apa adanya? Siap bersuka duka bersama? Mungkinkah dia mau menikahiku? Apakah dia sanggup menikahiku? Karena tadi kita paham cinta terakhir kita adalah dia yang bersedia berjanji ikatan suci dihadapan Tuhan dan jemaat.

Perhatikanlah, akhirnya sayapun paham dan butuh waktu yang terbuang panjang. :) Jika kita masih hidup dengan kecurigaan dan perbandingan maka kita tidak mampu keluar dari masa lalu itu. Sementara, jelas dia bukanlah yang terbaik. Kita berharap dia yang terbaik, tapi tidak, dia sudah pergi, dia sama sekali tidak ada sepersepuluh dari kata yang terbaik. Dan masakan kita mengharapkan orang lebih baik dan membandingkan dengan mantan kita itu? Masa membandingkan dengan si minus sepersepuluh itu? Luar biasa pencarian kita. Semua orang sesudah dia punya potensi jauh lebih baik daripada dia yang menjadi masa lalu. Asal kamu melihat seseorang datang dan kamu suka, mulailah melihat orang tersebut dengan pandangan ini untuk menguji hubungan yang serius, (1) Maukah aku menjadikan dia cinta terakhirku? (2) Apakah dia berharap yang sama denganku? Jika salah satu dari kedua pertanyaan itu tidak diyakini jawabannya YA, jangan seriusin hubungan itu. Santai dan berteman sajalah pada batas-batas yang jelas. Tapi jika kedua jawabannya kau rasakan YA, maka berdoalah pada Tuhan untuk tanda yang lebih jelas lagi. Karena keinginan Tuhanlah untuk membahagiakan anak-anak-Nya.

Akhirnya, kita harus memahami, bahwa yang terpenting bukan masa lalu. Yang lalu jangan dicari mengerti, kenapa, mengapa, bagaimana dan sebagainya. Yang penting adalah masa depan. Jika seseorang memberikan dirinya dalam ikatan suci, artinya memberikan cinta terakhirnya. Sebuah pilihan dan pengorbanan terbesarnya, mempercayakan kebahagiaan sisa hidupnya pada seorang, itulah yang patut dihormati dan dijaga. Seperti halnya yang Tuhan perbuat bagi mereka yang bertobat dan menyerahkan hidup pada-Nya. Tuhan sudah membuktikan dengan mencurahkan cinta-Nya sebanyak mencurahkan darah-Nya pada salib. Membisikkan cinta-Nya sebanyak kali nafasnya terengah menuju salib. Membuktikan cinta-Nya sampai menyeberang bukan cuma lautan tapi jurang maut. Dan ketika kau datang pada-Nya, Dia menerimamu dan melupakan masa lalumu, bahkan menjadikanmu baru.

2 Korintus 5:17 Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.

Amin. -md




Translation to English.


Someone New - Rise From Broken Hearts

I understand, if ever love someone then does not continue for whatever reason, lead to disappointment. In fact, not only that, there may be events that also makes feeling less valuable, it then becomes a prolonged fear. We tend to stay away when there is approaching. We think because the new girl/guy is not better than we ever love as we feel it is our first love is very charming, when in fact we are afraid that this new person who just stopped in our lives, or even feel like unworthy because it is less valuable. I came to the conclusion like that. But that belief is wrong.

We should be grateful, the fact that the one we love is not entirely love us back and God protect us from our big mistake. Yes start with gratitude, it eliminate feelings of inferiority, fear and hard to believe. Thank God first. Is not it appropriate that we give our love to those who also chose to love us than to cause trouble and leave us? The final goal of a marriage relationship is sacred is not it? A bond that can only be separated by death. If so, we need a loyalty that can only be stopped by death instead? So the first recovery action is grateful.

Then we also have to change the way we think, not again into, but it started out. It's not our fault, it is not because we are not good for her/him so she/he left, this is not because we lack status in the eyes of her/his family, or any of our shortcomings. As long as we believe in God, not the whole promise of His providence become ours? We may collect, we can claim it. We are certainly fine. Why do we feel low? Because we think inside. Just think, how many people in the world experience the same thing, perhaps even more miserable than we are? How many? Since the creation of the earth billions of people already experienced something similar. What does it mean? Yes, a breakup or a broken heart is the mainstream. Matter of course. The world does not become extinct because it is not? God still let the earth revolves not? See your watch is still ticking and change numbers or rotating needle (unless the clock is broken). What does it mean? We do not need to be ashamed, feel more homely, less valuable, or regret. This is the usual problem.

Then of course we have to start over new. Otherwise how can you be happy? Happiness must be cultivated, not expected. So if there are new people coming to us, then what is the appropriate steps to take? First and foremost  you must know, nothing can be compared with the first love. Just ask elderly couples who are happy, if they marry their first love? Most likely there is thus one of 1 billion people. Then if the first love they are comparable with current partner? Certainly not. Not in the sense of current partner much much better than their first love. Because this is a faithful partner in joy and sorrow. We are not looking for a replacement or a comparison of our first love, we were looking for our last love. Love ended in a sacred marriage vows. So if there are new approaches, think of two simple things, 1. Do I love her/him? Because of course God created the package to each one taste, besides physical elements which will always necessarily decrease with time, we see taste of attitudes and mind set. If we have an interest, may deserve more attention. 2. Is she/he going to be my last love? That is simple, whether she/he is willing to accept me? Ready to delight in grief together? Could she/he marry me? Is she/he able to marry? Because we understand love was the last we are willing to promise her/him that sacred bond before God and the church.

Consider, finally I became aware and took a long time is wasted. :) If we are still living with suspicion and comparison then we are not able to get out of that past. While, obviously she/he is not the best. We wish her/him the best, but no, she/he was gone, she/he was not one-tenth of the best word. And we expect the new better one but to compare with our ex? How come we compared with that minus tenth? Unbelievably our quest. Everyone who come after had much better potential than he who becomes the past. As long as you see someone coming and you're like, start seeing that person with this view to examine a serious relationship, (1) Will I make him love last? (2) Does he expect the same with me? If either of these two questions do not believe the answer is YES, do not be serious on that relationship. Casual and friends alone on the boundaries clear. But if you feel the answer is YES, then pray to God for a clearer sign again. Because the Lord wishes for the happiness of His children.

Finally, we must understand that the most important thing is not the past. What is in the past must not be sought to understand, why, why, how, and so on. What is important is the future. If someone gives him the sacred bond, it means giving his last love. A choice and greatest sacrifice, entrusted the rest of his/her life on a happiness, that that should be respected and safeguarded. Just as God did for those who repent and put their lives at Him. God has proven His love to pour as much as shed His blood on the cross. Whispered His love as much time gasping to the cross. To prove His love to cross not only the ocean but the abyss. And when you come to Him, He accept you and forget your past, even make you new.

2 Corinthians 5:17 Therefore if any man be in Christ, he is a new creation; the old has gone, the new has come.


Amen. -md

Monday 15 September 2014

Harta Yang Terpendam dan Mutiara Yang Berharga – Serial Hal Kerajaan Sorga

Harta Yang Terpendam dan Mutiara Yang Berharga – Serial Hal Kerajaan Sorga

Pembacaan : Matius 13:44-46



Saudara kekasih dalam Tuhan, selanjutnya dalam serial hal Kerajaan Sorga adalah perumpamaan tentang harta yang terpendam dan mutiara yang berharga. Sebelumnya baik kita ingat kembali perumpamaan-perumpaan sebelumnya. Yesus pada waktu itu mengajar orang banyak dalam perumpamaan-perumpamaan, ada tiga perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus yaitu tentang “Seorang Penabur”, “Lalang diantara Gandum” dan “Biji Sesawi dan Ragi” (silahkan klik pada judul menuju tautan dimaksud).

Setelah ketiga perumpamaan itu, Tuhan Yesus selesai dan orang banyak pulang meninggalkan tempat itu. Namun masih ada para murid-murid yang penasaran dan masih “melanjutkan kelas” itu secara terpisah, pokok pertanyaan mereka adalah meminta penjelasan akan perumpamaan Seorang Penabur. Dan benar, perumpamaan Seorang Penabur adalah yang paling mendasar untuk mengerti seluruh perumpamaan-perumpamaan lainnya, bahkan lebih dari itu, ini kunci untuk memahami seluruh pengajaran Tuhan Yesus disepanjang “kelas”-Nya. Yaitu untuk mengerti kebenaran pengajaran Tuhan Yesus, seseorang harus memiliki cara mendengar yang benar dan sikap hati yang baik. Saya kembali mengharapkan agar anda membuka tautan di atas dan membacanya bila belum membacanya, sehingga tidak hanya mengerti sejauh yang dijabarkan di sini, bahkan lebih sampai ke pemahaman pribadi dan pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut kelas malam itupun berlanjut pada perumpamaan berikutnya yaitu Harta Yang Terpendam dan Mutiara Yang Berharga, sebagai berikut Tuhan Yesus bercerita:

“Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya dan membeli ladang itu.  Demikian pula Hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.”

Saudara kekasih Tuhan, sebagaimana perumpamaan tentang Biji Sesawi dan Ragi, kitapun memahami bahwa ada maksud Tuhan dengan mengandengkan dua cerita dalam perumpamaan yang baru kita baca tadi.  Dan kita tahu bahwa jika keduanya disatukan dalam satu perumpamaan, tentu ada makna dibaliknya, baik itu suatu kesatuan yang menguatkan atau urutan yang memberi penjelasan lebih mendalam.

Bagian pertama Hal Kerajaan Sorga itu bagai harta terpendam, bagian kedua disebutkan bagai mutiara yang sangat berharga.  Juga kita lihat bahwa pada bagian pertama, orang menemukan harta terpendam, sedangkan bagian kedua seorang pedagang mencari mutiara yang indah. Satu bersifat pasif yaitu ditemukan, dan satu lagi bersifat aktif yaitu mencari. Namun keduanya memberi akibat yang sama, yaitu menjual seluruh miliknya untuk memiliki baik harta terpendam maupun mutiara yang sangat berharga itu.

Demikianlah hal Kerajaan Sorga yaitu Keselamatan oleh Injil bisa terjadi dalam kehidupan seseorang. Tuhan Yesus menunjukkan ada yang tidak mencari tapi kemudian menemukan, ada yang mencari dan menemukan. 

Positifnya disini adalah tidak ada yang mencari yang tidak menemukan. Seperti ucapan bahagia yang di sampaikan Tuhan Yesus pada kotbah di bukit pada Matius 5:6 yang berbunyi:

“Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.”

Juga dalam percakapan Tuhan Yesus dengan Nikodemus pada Injil Yohanes pasal 3 ayat 7-8, dimana saat itu Tuhan Yesus menjelaskan bahwa untuk masuk kerajaan Allah atau Sorga, seseorang harus dilahirkan kembali atau lahir dari atas, yaitu pertobatan dari dosa dengan mengimani Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Pada saat itu Tuhan Yesus menjelaskan juga bahwa orang-orang yang demikian tidak bisa ditebak kapan terjadi, bagaimana dan dimana. Tidak bisa juga disama ratakan caranya seperti apa.

“Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Engkau harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mada ia datang dan kemana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.”

Seiring dengan perumpamaan Lalang di antara Gandum, kita paham bahwa memang seseorang bertobat dan percaya Tuhan Yesus merupakan keajaiban dalam hidup seorang manusia. Karena sampai titik tertentu, lalang dan gandum kelihatan sama, namun pada saat penuaian, gandum akan berbeda dengan lalang. Dan kita tidak bisa menebak bagaimana dan kapan serta siapa yang ternyata gandum pada akhirnya. Kita juga tidak paham bagaimana seseorang tiba-tiba menjadi begitu beriman pada Tuhan Yesus sebagai penebusnya. Seperti angin, entah bagaimana, seseorang bisa mengambil keputusan untuk menerima dan percaya pada Tuhan Yesus. Bahkan seringkali harus ditolak oleh keluarganya sendiri.

Dari sini kita bisa memahami bahwa tidak ada satu ritual, perbuatan atau pengalaman rohani yang menjadi syarat seseorang menerima Tuhan dalam hidupnya. Bukan harus dibaptis dahulu (walaupun baptisan dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah perintah Tuhan untuk pernyataan sikap bersaksi/tanda lahiriah menjadi pengikut Kristus), bukan harus berbahasa Roh dulu, bukan harus mengalami mujizat, dan lain sebagainya. Tiap orang bisa saja mengalami kejadian yang sama ataupun berbeda (kebanyakan berbeda). Intinya, ada suatu waktu, seseorang mendengar berita Injil dan menyakininya sebagai keselamatan sejati, saat seseorang menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, saat itu dia dilahirkan kembali secara rohani, atau seperti pembacaan sebelumnya, dia menjadi jelas sebagai kelompok gandum.

Perumpamaan yang kita baca ini menarik. Kalau dipikir, kenapa seorang menemukan harta di ladang dan memilih menguburkan lagi lalu membeli seluruh ladang itu, sehingga harta itu miliknya? Apakah karena terlalu jujur? Apa susahnya mengambil harta itu lalu pergi meninggalkan ladang itu?
Jawabannya adalah karena harta itu sangat banyak dan besar, yang hanya mungkin dimiliki jika ladang itu menjadi miliknya, dan itu membutuhkan biaya yang besar, yaitu menjual seluruh miliknya.
Seorang pedagang mencari mutiara yang indah, namun menemukan mutiara yang sangat berharga, harga yang dipasang pada mutiara itu adalah seluruh miliknya juga. Jadi kedua tokoh dalam cerita ini kehilangan seluruh miliknya guna memiliki Hal Kerajaan Sorga tersebut.

Tuhan Yesus hendak menunjukkan nilai Hal Kerajaan Sorga bagi kita. Yaitu senilai diri kita. Tuhan Yesus menebus kita dari dosa-dosa kita dengan pengorbanan-Nya pada kayu salib. Mengapa ini sangat bernilai? Karena Tuhan Yesus adalah inkarnasi Allah yang menjadi manusia, yang disebut juga Imanuel. Allah yang melawat ciptaan-Nya, Dia yang tidak berdosa dijatuhi hukuman dosa, yaitu mengambil hukuman maut yang sebenarnya melekat pada manusia.

Untuk menjadi korban penebus dosa, harus ada manusia yang tidak berdosa yang mengambil tanggung jawab tersebut. Dan sedihnya, tidak ada manusia yang tidak berdosa. Kecuali Allah berinisiatif melakukan penyelamatan. Untuk itu dipilih seorang perawan bernama Maria dari Betlehem, memakai rahim Maria, Allah melalui Roh-Nya menjadi manusia. Tidak sesulit yang dipikirkan dan terlalu susah untuk dipercaya, karena seperti halnya Allah mengambil tulang rusuk Adam dan membentuk Hawa lalu menghembuskan nafas-Nya (Roh), sehingga Hawa ada. Demikian juga tanpa ada proses hubungan manusia, Allah menghembuskan nafas-Nya (Roh) sehingga lahirlah bayi Yesus. Seorang manusia yang tidak berdosa dengan satu tujuan, SALIB!

Ya, anda bisa saja tidak mempersiapkan diri dan menemukan hal Kerajaan Sorga (atau lebih tepatnya Kerajaan Sorga yang menemukan anda), atau anda giat mencari kebenaran dan menemukan Kerajaan Sorga (atau lebih tepatnya Kerajaan Sorga membiarkan diri ditemukan). Karena kedua hal itupun adalah mujizat dan memberi dampak luar biasa dalam hidup kita, yaitu segala milik kita.

Jika kita semua adalah budak dosa dan kita ditebus Tuhan, tentu kita bukan milik kita sendiri, kita sudah “menjual” seluruh milik kita termasuk diri kita kepada maut, dan Tuhan Yesus sudah menebus kita, kita sekarang milik Dia.

Dari perumpamaan inipun kita melihat bagaimana sikap dan “kegilaan” orang yang menemukan harta dan mutiara tersebut, yaitu orang yang menemukan Kerajaan Sorga. Mereka meluap dengan sukacita, mereka mengetahui nilai yang ada di hadapan mereka, mereka rela menukarnya dengan segala miliknya. Itu teramat sangat berharga. Hal Kerajaan Sorga terlalu berharga sehingga tidak mungkin seseorang yang mengenal dan mengetahui nilainya mau melepaskan atau menukarnya kembali.

Sebenarnya atau tepatnya, seharusnya, tidak ada orang Kristen yang murtad. Jika ada orang yang murtad, kemungkinannya adalah dia belum menjadi Kristen sebelumnya. Karena jika dia mengenal “harta atau mutiara” Kerajaan Sorga yang dimilikinya, tentu tidak akan rela untuk murtad sekalipun nyawa taruhannya.

Murtad yang dimaksud dalam Alkitab adalah ketika seseorang menolak percaya akan karya Roh Kudus dalam pengorbanan Kristus pada Salib untuk menebus manusia berdosa. Yaitu menolak mempercayai Yesus sebagai Tuhan yang sejati, padahal dia tahu bahwa itu benar. Atau menganggap Yesus Kristus manusia biasa dan bohong, sehingga menyatakan bahwa karya Roh Kudus membangkitkan Yesus Kristus dari kematian sebagai konfirmasi ke-Tuhan-an Yesus Kristus sebagai kebohongan, itulah mereka yang disebut murtad. Semua orang yang sampai masa penuaian nanti, yaitu para lalang, yaitu mereka yang pura-pura tidak tahu, atau tidak mau tahu, juga yang sepenuh benci lalu menolak Kristus, itulah yang disebut murtad. Tapi sekali lagi, murtad baru diketahui pada saat penuaian, bukan sekarang.

Ilustrasi: Seorang wanita yang tadinya rajin ke sekolah minggu, pelayanan pemuda dan sebagainya, kemudian melepas Kekritenannya untuk menikah dengan pria yang beda agama, wanita itu belum murtad. Pada intinya wanita itu belum Kristen sebelumnya (belum warga Kerajaan Sorga, mungkin hanya Kristen keturunan atau KTP saja). Karena jika benar dia seorang yang telah menemukan “harta atau mutiara” Kerajaan Sorga, maka melepaskan iman itu tidak akan mungkin terjadi. Lebih baik mati mempertahankan harta yang dimiliki dengan melepas segala yang kita miliki, daripada menukarnya dengan yang tidak berharga bukan? Demikianlah seorang yang mengenal keselamatan dari Kristus tidak ada yang bisa murtad, karena pasti tidak mau murtad.

Jadi jika anda menemukan kasus seperti itu, jangan menyerah, doakan dan doakan, tetap ajak untuk menemukan Kerajaan Sorga, memperkenalkan pada Kristus yang sejati, bukan cerita atau sekedar agama, tetapi sungguh-sungguh kenyataan bahwa Kristus bangkit dan hidup, tidak ada terlambat sebelum nafas berhenti dan atau sangkakala akhir zaman dibunyikan. Sebelum penuaian, lalang dan gandum belum bisa dibedakan (agar melihat tautan perumpamaan Lalang diantara Gandum). Kita harus tetap positif terhadap kemungkinan seseorang diselamatkan. Jika memang tidak ada harapan, tentu Tuhan tidak memberikan nafas kehidupan. Jadi, tentu masih ada harapan.

Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, tidak ada yang lebih berharga dari Kerajaan Sorga. Semua orang menginginkan hal itu. Memiliki Kerajaan Sorga berarti melepaskan seluruh milik kita, menjadikan diri kita milik Tuhan Yesus. Amin.

Note. Ikuti serial Hal Kerajaan Sorga selanjutnya. -md
  




Thursday 11 September 2014

Biji Sesawi dan Ragi – Serial Hal Kerajaan Sorga

Biji Sesawi dan Ragi – Serial Hal Kerajaan Sorga
Pembacaan: Matius 13:31-35



Saudara yang kekasih dalam Kristus, sebelumnya kita telah membaca dan merenungkan 2 perumpamaan yang menjelaskan Hal Kerajaan Sorga.

Perumpamaan pertama adalah tentang Seorang Penabur dimana kita belajar ke dalam diri kita, yaitu cara kita mendengar dan bagaimana tanah hati kita. Ini adalah dasar dari keseluruhan pemahaman perumpamaan-perumpamaan lainnya, bahkan secara khusus diajarkan terpisah oleh Tuhan Yesus pada murid-murid-Nya yang masih tinggal di situ, sekalipun “sekolah/kebaktian” sudah selesai. Oleh karena itu jika belum membacanya, maka sangat disarankan untuk membacanya dahulu disini

Perumpamaan kedua adalah tentang lalang di antara gandum dimana kita belajar ke luar diri kita sendiri, yaitu bagaimana kita memandang orang lain dari sudut pandang Tuhan. Yaitu tidak ada seorangpun diantara kita bisa menghakimi siapa lalang dan siapa gandum atau siapa yang masuk neraka atau masuk sorga, sebelum akhir zaman/kiamat. Karena semuanya masih hidup dan masih berkesempatan bertobat dan beriman pada Kristus untuk keselamatannya.

Dan yang memisahkan dan memastikan mana lalang dan gandum pada saat itu tidak akan salah, karena para malaikat Tuhan yang akan melakukan pemisahan tersebut. Siapa lalang dan siapa gandum hanya bisa di lihat nanti saat panen, tidak bisa dilihat sekarang ini, bahkan Tuan pemilik ladangpun melarang para pengurus ladang untuk mencabut lalang saat itu juga, agar jangan kiranya gandum turut tercabut. Jika anda belum membacanya, sebaiknya dapat membaca disini.

Perumpamaan ketiga ini adalah kisah tentang Biji Sesawi dan Ragi. Demikian firman Tuhan dalam Alkitab Injil Matius 13:31-35,

Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar daripada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya.”

Dan Ia menceritakan perumpamaan ini juga kepada mereka: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya.”

Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatupun tidak disampaikan-Nya kepada mereka, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh para nabi: “Aku mau membuka mulutku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal tersembunyi sejak dunia dijadikan.”



Baiklah kita coba perhatikan dulu bagian akhir dari kalimat firman ini, yaitu bahwa Yesus hanya menyampaikan dalam perumpamaan sebagaimana yang telah dinubuatkan/ramalkan oleh para nabi ratusan tahun sebelumnya (Mazmur 78:2).



Perlu kita ingat saat itu masih berlansung “kelas” pengajaran, dimana sebelumnya Tuhan Yesus memberi perumpamaan tentang penabur, tentang lalang dan gandum baru kemudian tentang biji sesawi dan ragi ini. Setelah kelas selesai, barulah para murid yang tinggal tetap bertanya penjelasan tentang perumpamaan Seorang Penabur itu pada Tuhan Yesus. Anda bisa melihat, setelah diberi penjelasan tentang perumpamaan pertama itu, yaitu seorang penabur, murid-murid kemudian terbuka pikirannya untuk mengerti perumpamaan-perumpamaan lainnya. Tentu saja seandainya tidak, merekapun akan bertanya tentang perumpamaan lalang diantara gandum maupun biji sesawi dan ragi ini, tapi tidak. Bahkan Tuhan melanjutkan “kelas malam” itu dengan perumpamaan lainnya yang akan kita bahas pada bahan selanjutnya. Jadi kuncinya terlebih dahulu adalah cara mendengar dan hati kita.





Saya suka game Prince Of Persia di Xbox atau sejenisnya. Dahulu waktu masih kecil saya memainkan game ini dalam versi computer DOS menggunakan disket kotak itu…hahahaha kalau teringat sangat lucu, karena gambarnya 2D, masih kasar dan sederhana. Namun sekarang permainannya jauh lebih bagus dan kompleks dari yang masa kecil saya. Dengan teknologi maka layar yang ditampilkan adalah 3D membuat tokoh-tokohnya seperti hidup. Namun yang menarik adalah, kadang kala dalam game ini, kita harus kembali ke lokasi yang kita sudah lewati, mengapa? Karena kita belum memiliki kunci yang tersembunyi pada salah satu levelnya. Tak peduli anda sudah di depan pintu, sudah mengalahkan semua musuh, memiliki senjata tercanggih, tetap, tanpa kunci anda tidak bisa lewat, anda harus punya kunci. 

Para nabi mengingatkan bahwa Yesus akan membuka tabir tersembunyi sejak zaman purbakala, yaitu masa dunia dijadikan. Tentu itulah Hal Kerajaan Sorga, yang oleh karena dosa dan waktu, orang lupa bagaimana rasanya taman Eden, Firdaus atau Sorga itu. Mereka lupa sejak Adam dan Hawa diusir, mereka harus mengusahakan tanah yang dikutuk Allah, sehingga mereka tidak ingat seperti apa kerajaan Sorga itu. Oleh karena itu, perlu sekali kita memiliki kunci untuk memahami perumpamaan-perumpamaan ini. Anda dapat membacanya disini.

Perumpamaan biji sesawi dan ragi ini saling terkait dan memiliki arti yang menguatkan. Tuhan Yesus sering melakukan pengulangan maupun penekanan pada hal tertentu lebih dari sekali. Satu kalimat dikuatkan atau dijelaskan oleh kalimat lainnya. Termasuk biji sesawi dan ragi ini.

Contoh lainnya pada Yohanes 3, percakapan Yesus dengan Nikodemus. Ketika Yesus mengatakan bahwa Nikodemus harus dilahirkan kembali supaya bisa masuk Kerajaan Sorga, maka Nikodemus bingung dan bertanya bagaimana mungkin menjadi bayi lalu masuk ke rahim ibu lagi? Saat itu jelas Nikodemus tidak paham, lalu Yesus mengucapkan kata-kata ini menjelaskan padanya (Yohanes 3:5).

Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seseorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh.”

Banyak orang salah paham atas makna perkataan Yesus, ada yang memercayai air dimaksud adalah air baptisan dan berhubungan dengan curahan Roh Kudus. Kadang yang lebih ekstrim mengkaitkan dengan metode baptisan tertentu seperti selam, celup, percik dan sebagainya. Tapi itu tidak benar, Yesus tidak sedang bicara baptisan saat ini, tidak sama sekali. Yesus bicara kelahiran kembali atau kelahiran dari atas seorang manusia.

Semua manusia dikandung dalam air pada rahim ibunya, saat air itu keluar atau air ketuban itu pecah, maka manusia dilahirkan. Itu yang dimaksud air, yaitu lahir secara daging. Dan setiap manusia yang lahir dari daging mewarisi kedagingan yang berdosa sejak Adam dan Hawa, seluruh DNA kita tercemar oleh dosa Adam dan Hawa yang memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat, termasuk terjebak dalam kutukan, upah dosa adalah maut, dosa itu berdiam dalam daging.

Kemudian Yesus mengatakan, tidak hanya lahir dari daging saja, tetapi juga harus lahir dari Roh Allah, barulah lengkap dan layak masuk Kerajaan Allah. Kelahiran Roh berlaku pada roh kita, yaitu nyawa hidup kita. Dalam hal ini, pada ayat-ayat selanjutnya Yesus menjelaskan bahwa cara untuk lahir dari Roh adalah pertobatan dengan mengimani Kristus sebagai Anak Allah yang menebus manusia dari dosa-dosanya (Yohanes 3:16).

Perhatikan bahwa secara spesifik Yesus mengatakan lahir dari daging dan Roh. Artinya tidak bisa salah satunya. Daging saja, yaitu manusia berdosa tidak cukup, jika dia mati dan belum lahir dari Roh, maka dosanya terbawa ke alam roh yang adalah alam kekal, maka hukuman kekalpun dideritanya. Tidak bisa juga roh saja, contohnya iblis yang adalah roh yang dalam alam kekekalan, tidak mungkin menerima penebusan lagi, karena dosanya sudah dalam alam kekal.

Karena itulah perlu dipahami, kesempatan anda untuk masuk sorga hanya saat anda hidup di dunia. Tidak ada perbuatan orang lain, doa, amal dan uang yang dapat menebus anda jika anda sudah mati atau berpindah ke alam kekekalan, bahkan pengorbanan Yesus Kristus pada salibpun tidak akan bisa. Jadi bertobatlah saat ini semasa anda hidup.

Kembali ke biji sesawi dan ragi. Seperti yang saya sampaikan bahwa keduanya memiliki pengertian yang saling mejelaskan dan menguatkan, ada persamaan dan perbedaan di dalamnya. Mari kita coba pahami.


Persamaannya:


1.  Dari kecil menjadi besar.

  • Biji Sesawi adalah salah satu jenis sayuran yang umum di Israel. Biji sesawi atau mustard sangat kecil bagaikan biji cabai. Namun jika sudah tumbuh maka menjadi tumbuhan besar seperti pohon eik atau berigin (saya ingin sekali jika berkesempatan pergi ke sana dan memotretnya, namun anda bisa melihat di internet juga. Foto dibawah bukan pohon sesawi tetapi jika dibandingkan kurang lebih sama seperti itu).
  • Ragi itu sangat sedikit namun jika dicampurkan ke dalam adonan tepung maka efeknya setelah dimasak akan membesarkan roti/kue tersebut. Tanpa ragi, adonan tepung yang dimasak tidak akan mengembang dan lembut melainkan sesuai ukuran awal cetakannya dan keras adanya.

Kedua contoh atau perumpamaan ini menunjukkan bahwa Hal Kerajaan Sorga itu mulai dari kecil menjadi besar ataupun menjadikan besar. Tuhan Yesus memulai dengan 12 orang murid, bahkan akhirnya hanya 11 murid, dan sekarang Kekristenan menjadi kepercayaan terbesar yang ada di dunia. Yesus Kristus memulai dengan 3,5 tahun pelayanan, namun setelah ribuan tahun ke depan kita semua bergantung pada-Nya, bahkan dalam kalender kitapun ada nama-Nya (AC-After Christ, BC-Before Christ). Jika ingin lebih teliti lagi, kita melihat keadaan zaman sekarang ini masih sesuai dengan nubuat/ramalan Alkitab (karena Alkitab memuat berita sampai akhir zaman atau kiamat – kitab Wahyu).

Mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria sampai ke ujung-ujung bumi, demikian Injil Kerajaan Sorga berkembang. Di sini ada janji juga, bahwa bagi mereka yang percaya dan tinggal sebagai minoritaspun, Kerajaan Sorga akan berdampak besar bagi lingkungannya.



2.  Mempengaruhi lingkungannya.

Seperti yang dijelaskan di atas, tentu biji sesawi yang sudah menjadi pohon maupun ragi yang khamir terhadap adonan akan mempengaruhi lingkungannya. Kita baca bahwa pohon itu menjadi sarang bagi burung-burung, menjadi sayur juga, menjadi banyak hal lainnya, terutama pohon untuk berlindung. Sementara jelas ragi berfungsi mempengaruhi adonan tepung menghasilkan kue yang mengembang dan renyah/gurih.

Kekristenan selalu menjadi inti dari sejarah dunia. Kata “History” dalam Bahasa Inggris konon diambil dari 2 kata “His Story” (Kisah DIA), sehingga sejarahpun dibagi dalam timeline waktu BC (Before Christ) dan AC (After Christ). Betapa kisah penyaliban dan kebangkitan Kristus menjadi poros dalam sejarah dunia. Kekristenan juga menjadi pengembang ilmu pengetahuan dan budaya. 

Banyak penemu-penemu science modern dari kalangan Yahudi dan Kristen, sebagai contoh penemu hukum Newton yang membuka jalan ke dunia antariksa, Sir Issac Newton dalam catatan sejarah menghabiskan ½ hidupnya untuk science dan ½ lagi untuk membaca Alkitab. Albert Einstain yang menemukan hukum relativitas juga seorang yang sangat mempercayai keberadaan Tuhan dan menganggap orang yang tidak percaya adanya Tuhan itu bodoh. 

Bahkan pada zaman dahulu di pedesaan, seorang pendeta merangkap sebagai guru, dokter dan ahli pertanian bagi daerahnya. Gerejapun banyak mendirikan sekolah-sekolah dan rumah sakit untuk melayani orang banyak.




Perbedaannya:

1.  Homogenitasnya berbeda.


Homogenitasnya yang dimaksud adalah dampak penyatuannya. Keduanya memang mulai dari kecil/sedikit namun menjadi besar. Namun ada perbedaan antara pohon sesawi dengan adonan yang khamir oleh ragi tersebut. 

Pohon tersebut dikatakan menjadi naungan dan tempat bersarang burung-burung di udara. Walaupun demikian burung-burung itu tetap menjadi benda asing bagi pohon tersebut. Bukan menjadi bagian pohon tersebut, tidak menyatu dengan pohon tersebut.

Beberapa pengajaran menerjemahkan ini sebagai kelompok orang yang menumpang saja di gereja, atau dikatakan Kristen KTP atau keturunan saja, tetapi tidak percaya secara pribadi pada Kristus. Ada yang bahkan ekstrim mengatakan bahwa burung-burung ini gambaran orang-orang yang memanfaatkan kebesaran gereja, misalnya negara, politisi dan sebagainya. 

Terlepas dari itu semua, saya memandangnya sebatas tidak menyatu antara pohon dan burung-burung itu dan bahwa walaupun demikian, kerajaan Sorga yang digambarkan di sini memberi kebaikan dan naungan bagi siapapun juga. Artinya hal Kerajaan Sorga selalu berdampak besar memberkati semua orang.

Sebaliknya dengan ragi, ragi menyatu dengan adonan, tidak bisa dipisahkan lagi ketika sudah khamir. Ini homogen. Ini lebih kepada personal, yaitu menyatunya seseorang dengan Tuhan. Hal Kerajaan Sorga memberi dampak pada hidup orang-orang yang percaya pada Kristus. Kristus bagaikan ragi yang menyatu dengan kita yang bagaikan adonan, semakin lama semakin menyatu dan homogen dengan Tuhan, semakin seperti Kristus. Anda bisa lihat dampaknya bagi seseorang yang telah memiliki kepastian keselamatan, bisa baca disini.


2.  Kualitas pelayanannya berbeda.

Ya benar, kita bisa melihat perbedaannya. Biji sesawi menjadi pohon yang menaungi, berguna, bahkan menjadi bahan makanan yaitu sayur, adalah wujud kualitas pelayanan umum yang diberikan oleh mereka yang telah mengerti hal Kerajaan Sorga. Namun ini memiliki batas pada fisik saja, pohon besar saja, atau pelayanan luar saja.

Sepertinya Tuhan Yesus sudah memperlihatkan apa jadinya nanti gereja-Nya, apa yang akan diperbuat di masa mendatang. Gereja menjadi besar, menjadi naungan siapa saja, memberi pelayanan kesehatan, memberi perlindungan bahkan memberi kelepasan dari beban-beban hidup. Hanya saja itu tidak cukup, makanya Tuhan memberikan perumpamaan ragi digandengkan dengan perumpamaan biji sesawi ini.

Kekristenan selalu bertumbuh, keinginan membangun gereja yang besarpun bukan tidak mungkin. Tidak perlu ragu, Tuhan sudah lihat kita bisa. Anda seorang anggota gereja, berpikir bangun gereja 10 tingkat, bisa melayani orang banyak, rumah bagi yang terlantar, bisakah? Bisa! Apakah ingin membangun sekolah-sekolah? Bisa! Apakah mau membangun klinik/RS untuk orang tidak mampu? Bisa! Kekristenan itu pohon sesawi besar. Tapi apakah hanya di situ saja? TIDAK!

Tuhan ingin gereja menjadi berkat bagi banyak tetapi juga lebih dari pada itu. Tuhan Yesus ingin orang percaya menjadi ragi, yang bercampur sampai khamir dan memberi perubahan pada lingkungan. Adonan tepung itu tidak akan pernah sama lagi, tidak bisa kembali seperti semula jika sudah dicampur ragi. Tuhan ingin hal Kerajaan Sorga itu menyatu dalam diri orang percaya, dan orang percaya mengubah lingkungannya untuk menyatu dengan Kristus.

Perumpamaan hal kerajaan sorga biji sesawi dan ragi ini memberikan kita pengertian, bahwa dalam iman percaya pada Kristus ada perubahan-perubahan besar (bukan kecil) yang terjadi. 

Perubahan ke luar, kita menjadi berkat dalam lingkungan kita (baik kerja, pergaulan, pelayanan, kebaikan dan sebagainya), bahkan dapat mempengaruhi anggota keluarga atau kerabat yang belum percaya.

Perubahan ke dalam, yaitu kita semakin menyatu dan berubah menjadi seperti Kristus, Sang Raja Kerajaan Sorga. Amin.


Note. Ikuti serial Hal Kerajaan Sorga selanjutnya. -md